Benar, menurut siapa?
Sudah lama juga ya aku tidak nulis. hiks.. banyak kerjaan nih. jadinya tidak sempat. padahal kalo ide kayaknya sih banyak yang pengen ditulis. seperti yang barusan terjadi. Biasa selesai makan siang di pantry, temen-temen pada ngumpul sambil bersenda gurau, bergosip ria, bertukar informasi dan pikiran. nah, siang tadi rupanya ada isyu hangat yang diangkat kepermukaan. tentang poligami. Kalo sudah bicara poligami, pemirsa yang ada langsung terpecah dua. antara pria dan wanita. namun dalam kubu pria pun bisa juga terpecah lagi, antara pro dan kontra. masing-masing saling mengajukan argumen, yang sebenarnya kalo diperhatikan argumennya benar. tidak salah. benar dalam arti menurut pandangan masing-masing. Koq begitu? Karena yang disebut dengan benar menurut yang mengatakan bahwa itu benar adalah hal yang disadari atau tidak lebih kepada memberikan keuntungan pada diri sendiri. lebih kepada menjaga kenyamanan dirinya sendiri. karena ketika seseorang berkata benar (menurutnya) belum tentu benar menurut orang lain. terkecuali bila yang dianggap benar itu sudah berada pada tahap diatas pribadi, maksudnya golongan. kalo benar menurut golongan berarti satu golongan itu yang akan beranggapan bahwa hal yang diperdebatkan adalah benar. Demikian halnya dengan salah. bila benar menurut seseorang belum tentu benar menurut orang lain, atau salah menurut orang lain. Kenapa begitu? Karena hal yang dianggapnya salah merupakan hal yang disadari atau tidak, dianggap akan merugikan dirinya. hal yang tidak akan memberikan keuntungan pada dirinya. makanya dia akan berkata bahwa hal itu salah. disadari atau tidak, hal yang demikian menunjukkan ke-egois-an manusia. setiap manusia pasti akan menyatakan suatu kebenaran untuk sesuatu yang menguntungkan bagi dirinya dan akan menyatakan salah atau menolak untuk sesuatu yang merugikan bagi dirinya. Sehingga, perdebatan yang terjadi, dalam materi apapun, dalam konteks apapun, pasti tidak akan mencapai kata mufakat, apabila masing-masing masih membawa ke-ego-annya. tanpa melihat masalah itu secara obyektif. kenapa? karena benar menurut si A belum tentu benar menurut si B. masing-masing akan membawa kebenaran menurut versinya masing-masing. Lalu Bagaimana ? Oleh karena itu, dalam menghadapi kontek permasalahan yang memang mencari kata mufakat, harus dikembalikan kepada kebenaran bukan menurut kebenaran manusia, namun kebenaran menurut Sang Pencipta. Karena dengan mengembalikan kebenaran itu menurut Sang Kholiq, maka walaupun manusia itu tidak setuju, dia mau tidak mau harus menerima kebenaran yang sudah digariskan menurutNya. hanya kebenaran menurutNya-lah yang bisa menjawab hal-hal yang menjadi pergunjingan diantara manusia. Koq jadi begitu? Karena Allah SWT lebih tahu apa yang seharusnya atau sebaiknya dilakukan manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang ada. Bukankah Allah sendiri telah berfirman dalam Al Qur'an [4:59] : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." Jadi untuk hal-hal yang sudah pasti hukum kebenarannya, maka tidak perlu lagi diperdebatkan. apalagi bila pandangan/kebenaran yang dikemukakan hanya menurut pandangan sendiri. karena sudah pasti akan terjadi debat kusir dan itu tidak akan ada habisnya. [Ceritaku] |